Aspek Hukum dalam Ekonomi Semester 4 (Tugas 1)
Tugas
Softskills
KASUS PELANGGARAN
HAK CIPTA
Nama :
Dea Khirana
Kelas :
2EB30
NPM :
22214581
Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi#
Dosen : Widiyarsih
JURUSAN
AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ATA 2015/2016
Film 'Surat dari Praha'
Dituduh Menjiplak, Ini Tanggapan Angga Sasongko
M. Iqbal
Fazarullah Harahap - detikhot
Senin,
01/02/2016 12:21 WIB
Jakarta
Rumah
produksi Visinema Pictures mendapat tuduhan plagiarisme atas film terbarunya
'Surat dari Praha'. Tuduhan itu dilayangkan oleh seorang penulis asal Malang,
Jawa Timur, Yusri Fajar.
Yusri Fajar menerbitkan buku kumpulan cerpen berjudul 'Surat dari Praha' pada 2012. Ia menuduh film yang berjudul sama yang kini tengah tayang di bioskop tersebut melakukan plagiat atas karyanya.
Pria yang sehari-harinya merupakan dosen di jurusan Bahasa dan Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya itu membuat petisi berjudul 'Tolak Film Surat Dari Praha!' di situs change.org. Dalam petisi yang sudah didukung 41 orang tersebut, dituliskan empat poin utama yang menjadi tuduhanya. Yakni, kesamaan judul, alur cerita dan lokasi, cover dan poster serta kesamaan media surat yang dipakai sebagai pengantar ceritanya.
"Menanggapi tuduhan plagiasi yang ditujukan kepada film 'Surat dari Praha' oleh Yusri Fajar, kami sangat menyayangkan bahwa tuduhan itu dilayangkan dan dipublikasi sebelum filmnya dirilis di bioskop, sekitar 10 hari sebelum rilis. Tuduhan ini secara nyata merugikan kami karena menggiring opini publik untuk menghakimi kami tanpa legal standing yang kuat," tutur sutradara 'Surat dari Praha' sekaligus CEO Visinema Pictures, Angga Dwimas Sasongko dalam jumpa pers di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2016).
"Tema eksil politik 1965 di Praha ini tidak boleh diklaim sebagai hak cipta karena ini merupakan fakta sejarah. Itu diatur di UU no. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 41 ayat 2, bahwa ide, temuan, data bukan merupakan objek hak cipta. Siapapun berhak menceritakan peristiwa terkait sejarah tersebut, baik fiksi maupun non fiksi," sambung Angga lagi.
Menguatkan pernyataannya, Angga juga menegaskan bahwa film yang digarapnya itu sudah memiliki dasar hukum sesuai dengan Undang-Undang.
"Kami sudah memiliki sertifikat hak cipta yang dikeluarkan oleh Ditjen HKI Kemenkumham dan telah mendaftarkan hak paten atas judul itu. Pada kelas 41 terkait dengan film bioskop, kelas 9 terkait dengan cakram digital dan kelas 16 terkait dengan poster," jelas Angga.
"Jadi, sebetulnya Yusri Fajar sendiri harus menjelaskan kepada kami, d imana letak bagian yang plagiat. Karena kami juga tidak tahu, konten filmnya berbeda, termasuk dengan poster resmi film 'Surat dari Praha' yang terdaftar di Lembaga Sensor Film (LSF)," tutupnya. (mif/mmu)
Yusri Fajar menerbitkan buku kumpulan cerpen berjudul 'Surat dari Praha' pada 2012. Ia menuduh film yang berjudul sama yang kini tengah tayang di bioskop tersebut melakukan plagiat atas karyanya.
Pria yang sehari-harinya merupakan dosen di jurusan Bahasa dan Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya itu membuat petisi berjudul 'Tolak Film Surat Dari Praha!' di situs change.org. Dalam petisi yang sudah didukung 41 orang tersebut, dituliskan empat poin utama yang menjadi tuduhanya. Yakni, kesamaan judul, alur cerita dan lokasi, cover dan poster serta kesamaan media surat yang dipakai sebagai pengantar ceritanya.
"Menanggapi tuduhan plagiasi yang ditujukan kepada film 'Surat dari Praha' oleh Yusri Fajar, kami sangat menyayangkan bahwa tuduhan itu dilayangkan dan dipublikasi sebelum filmnya dirilis di bioskop, sekitar 10 hari sebelum rilis. Tuduhan ini secara nyata merugikan kami karena menggiring opini publik untuk menghakimi kami tanpa legal standing yang kuat," tutur sutradara 'Surat dari Praha' sekaligus CEO Visinema Pictures, Angga Dwimas Sasongko dalam jumpa pers di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2016).
"Tema eksil politik 1965 di Praha ini tidak boleh diklaim sebagai hak cipta karena ini merupakan fakta sejarah. Itu diatur di UU no. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 41 ayat 2, bahwa ide, temuan, data bukan merupakan objek hak cipta. Siapapun berhak menceritakan peristiwa terkait sejarah tersebut, baik fiksi maupun non fiksi," sambung Angga lagi.
Menguatkan pernyataannya, Angga juga menegaskan bahwa film yang digarapnya itu sudah memiliki dasar hukum sesuai dengan Undang-Undang.
"Kami sudah memiliki sertifikat hak cipta yang dikeluarkan oleh Ditjen HKI Kemenkumham dan telah mendaftarkan hak paten atas judul itu. Pada kelas 41 terkait dengan film bioskop, kelas 9 terkait dengan cakram digital dan kelas 16 terkait dengan poster," jelas Angga.
"Jadi, sebetulnya Yusri Fajar sendiri harus menjelaskan kepada kami, d imana letak bagian yang plagiat. Karena kami juga tidak tahu, konten filmnya berbeda, termasuk dengan poster resmi film 'Surat dari Praha' yang terdaftar di Lembaga Sensor Film (LSF)," tutupnya. (mif/mmu)
Sumber:
http://hot.detik.com/movie/read/2016/02/01/122118/3131792/229/film-surat-dari-praha-dituduh-menjiplak-ini-tanggapan
Opini
saya:
Kasus plagiarisme di Indonesia sudah dianggap biasa
dan jarang sekali ditangani dengan serius sehingga plagiarisme menjadi suatu
budaya yang tidak asing bagi warga negara Indonesia yang tidak bertanggung
jawab. Padahal, suatu karya yang telah dibuat oleh siapa pun sebenarnya
dilindungi oleh undang-undang. Oleh karena itu, plagiarisme sesungguhnya
melanggar hak yang disebut dengan Hak Cipta sesuai dengan UU No.19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta.
Di Indonesia, plagiarisme kurang sekali
ditindaklanjuti. Padahal, banyak sekali seniman-seniman Indonesia yang menaruh
harapan pada penegak hukum untuk menangani tindakan tersebut secara bijaksana
tetapi sepertinya suara mereka tak didengarkan sehingga plagiarisme pun
menjadi-jadi. Contohnya, kita dapat menemukan CD bajakan dengan mudah dan
memiliki harga yang terjangkau, kita dapat dengan mudah menyalin isi buku teks
secara keseluruhan dengan mesin fotocopy tanpa harus mengeluarkan banyak uang,
dan masih banyak lagi. Namun, itu semua termasuk pelanggaran hak cipta. Jika
undang-undang Hak Cipta benar-benar ditegakkan, plagiarisme akan berkurang dan
masyarakat juga akan sadar bahwa plagiarisme sangat merugikan bagi para pembuat
karya.
Singkatnya, plagiarisme adalah tindakan menjiplak
karya orang lain yang sudah mempunyai Hak Cipta, dan itu merupakan tindakan
melanggar hukum dan sangat merugikan para pembuat karya. Namun, dengan adanya
tuntunan dan apresiasi baik, plagiarisme yang sering terjadi di kehidupan
masyarakat dapat dicegah. Kita juga harus yakin bahwa karya yang kita buat bisa
jadi lebih baik daripada karya milik orang lain
Komentar
Posting Komentar