Etika Profesi Akuntansi Semester 7 (Tugas 1)
TUGAS
SOFTSKILL
"Pendahuluan Etika Sebagai Tujuan, Perilaku Etika dalam Bisnis, dan Ethical Governance"
Dosen:
Budi Santoso
Disusun oleh:
Dea Khirana
(22214581)
Kelas:
4EB30
Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi
Universitas
Gunadarma
PTA 2017/2018
PTA 2017/2018
BAB I
Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan
1.
Pengertian Etika
Etika didefinisikan sebagai
prinsip-prinsip tentang tingkah laku yang benar atau
yang baik. Etika juga berarti system prinsip atau
nilai-nilai moral, sedangkan ethi adalah ketentuan-ketentuan atau ukuran yang
mengatur tingkah laku para anggota suatu profesi.
·
Menurut Franz Magnis Suseno, etika berkaitan dengan
sifat-sifat ifeal atau cita-cita yang ingin dicapai dan diwujudkan dalam
disiplin pribadi.
Franz Magnis Suseno memberikan arti etika dalam arti yang luas yaitu
keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan oleh masyarakat yang
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalnkan
kehidupannya.
·
Menurut Musa Asy’ari, mengartikan etika sebagai cabang
dari filsafat yang mencari hakikat nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan
dengan perbuatan dan tindakan seseorang yang dilaksanakan dengan penuh
kesadaran berdasarkan timbangan pemikirannya.
2.
Prinsip-Prinsip Etika
Kode etik profesi sebagai pegangan
umum yang mengikat setiap anggota, serta suatu pola bertindak yang berlaku bagi
setiap anggota profesinya. Alasan utama diperlukannya tingkat tindakan
profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan keyakinan
publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang
masing – masing individu yang menyediakan layanan tersebut
·
Usaha membangun kepercayaan antara anggota masyarakat
dengan perusahaan atau pengusaha.
·
Kejujuran. Sesungguhnya kejujuran merupakan salah satu
kunci keberhasilan bisnis, bahkan termasuk unsur penting untuk dapat bertahan
di tengan persaingan bisnis.
·
Keadilan. Perlakuan seseorang setiap orang sesuai
haknya. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga.
·
Simpatik. Kelola emosi dengan menampilkan wajah yang
ramah dan simpatik, bukan hanya di depan klien atau konsumen, tetapi juga di
hadapan orang-orang yang mendukung bisnis anda.
3.
Basis Teori Etika
Menurut Sukrisno (2009) ada banyak
teori etika yang berkembang, sehingga harus dibuat pembedaannya secara garis
besar. Teori etika yang membedakan sebagai berikut:
·
Teori Egoisme
Istilah "egoisme" berasal dari bahasa Yunani yakni ego yang
berarti "Diri" atau "Saya", dan -isme, yang
digunakan untuk menunjukkan filsafat. Dengan demikian, istilah ini etimologis
berhubungan sangat erat dengan egoisme.Jadi dalam hal ini egoisme adalah
motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri atau yang berarti menempatkan diri di tengah satu
tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya yang sangat
dikenal yaitu egois.
·
Teori Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis
yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme,
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang
terbesar. Utilitarianisme , teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis,
karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang dimaksudkan
utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau
kredit dan debet dalam konteks bisnis.
Utilitarianise
dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.
Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
b.
Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
·
Teori Dentologi (Teori Kewajiban)
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon, yang berarti kewajiban. Etika
deontologi memberikan pedoman moral agar manusia melakukan apa yang menjadi
kewajiban sesuai dengan nilainilai atau norma-norma yang ada. Suatu perilaku
akan dinilai baik atau buruk berdasarkan kewajiban yang mengacu pada
nilai-nilai atau norma-norma moral. Tindakan sedekah kepada orang miskin adalah
tindakan yang baik karena perbuatan tersebut merupakan kewajiban manusia untuk
melakukannya. Sebaliknya, tindakan mencuri, penggelapan dan korupsi adalah
perbuatan buruk dan kewajiban manusia untuk menghindarinya. Etika deontologi
tidak membahas apa akibat atau konsekuensi dari suatu perilaku. Suatu perilaku
dibenarkan bukan karena perilaku itu berakibat baik, tetapi perilaku itu memang
baik dan perilaku itu didasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan.
·
Teori Hak
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena
berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang
sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
·
Teori Keutamaan
Adalah memandang sikap
atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil,
atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang
telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan : kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras, dan
hidup yang baik.
·
Teori Etika Teonom
Teori ini mengatakan bahwa karakter
moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan
kehendak Allah dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak
mengikuti aturan atau perintah Allah sebagimana dituangkan dalam kitab
suci.
Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak
mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan Tuhan potensi kecerdasan
tidak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan spiritual, dan
lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional.
4.
Egoism
Rachels (2004) memperkenalkan dua
konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme
etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah
tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan
berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri
(egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat
diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain,
sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang
lain
REFERENSI :
1. Agoes
Sukrisno dan Ardana, I Centik (2011), Etika Bisnis dan Profesi- Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta : Salemba Empat.
2.
Duska, Ronald F. and Brenda Shay
Duska, Accounting Ethics, Blackwell
Publishing, 2003
3.
Francis, Ronald D., Ethics & Corporate Governance, an
Australian Handbook, UNSW Press,2000
4. Panji. 2017.
Etika Bisnis. Yogyakarta : Quadrant.
Sony Keraf. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998
BAB II
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
1. Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Suatu bisnis
yang dijalankan pasti memiliki tujuan untuk tumbuh dan menghasilkan. Untuk itu
para pelaku bisnis patut memberikan perhatian pada faktor-faktor yang dapat
mendukung tujuan tersebut, seperti lingkungan, karena etika bisnis dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga dapat dipengaruhi oleh etika
bisnis.
A. Lingkungan
intern
Lingkungan
intern dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis, sehingga dapat diarahkan
sesuai dengan keinginan perusahaan. Lingkungan intern meliputi tenaga kerja,
peralatan, dan lain-lain. Budaya organisasi (yang mencakup lingkungan kerja,
sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan, dan otonomi/pemberdayaan
yang diberikan pada karyawan); Ekonomi lokal (yang mencakup keadaan
perekonomian setempat); Reputasi perusahaan (yang mencakup persepsi karyawan
mengenai bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat); Persaingan di
Industri (yang mencakup tingkat daya saing dalam industri yang mempengaruhi
kompensasi dan pendapatan), adalah beberapa contoh faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja dan etika para tenaga kerja.
B. Lingkungan
Ekstern
Lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada
diluar kegiatan bisnis yang tidak mungkin dapat dikendalikan oleh para pelaku
bisnis sesuai dengan keinginannya. Pelaku bisnislah yang harus mengikuti
”kemauan” lingkungan ekstern tersebut, agar kegiatan bisnis bisa ”selamat” dari
pengaruh lingkungan tersebut. Lingkungan ekstern meliputi lingkungan
mikro, yaitu pemerintah, pesaing, publik, stockholder, dan konsumen, dan
lingkungan makro, yaitu demografi, sosial politik, dan sosial budaya. Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah, antara lain:
·
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri
dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja,
budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana
pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada
karyawan. “Nada di atas” sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi
perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan
bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen
dan bahkan pencurian atau vandalisme.
·
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi
oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi
booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan
kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang
tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan
mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan
dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut.
·
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh
masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari
bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga
seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan
dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih
cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka.
·
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua
manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan
pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis
terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan
berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di
mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk
meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling-tergantungan
Antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan
banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan,
tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas.
Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari
stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing,
tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk
keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan
lingkungan mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang
tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif.
Etika bisnis
merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah
etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga
memiliki etika pergaulan yaitu etika
pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal
antara lain adalah:
A. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
·
Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk
membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
·
Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat
mengetahui isi didalamnya,
·
Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan
tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
B. Hubungan
dengan karyawan
Manajer yang
pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus
berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan
karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi
(penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan
kerja).
C. Hubungan
antar bisnis
Hubungan ini
merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal
ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
D. Hubungan
dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informasi terhadap hal ini.
E. Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga
keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat
finansial.
3. Kepedulian
Perilaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang”, dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap
masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian
latihan keterampilan, dan lain-lain.
Dua
pandangan tanggung jawab sosial :
A. Pandangan
klasik
Tanggung
jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah
memaksimalkan laba (profit oriented).Pada pandangan ini manajer
mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar
pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
B. Pandangan
sosial ekonomi
Tanggung jawab sosial
adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan
laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan
sosial.Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas
independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga
terhadap masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain ialah:
·
Pengendalian diri.
·
Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility).
·
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
·
Menciptakan persaingan yang sehat.
·
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
·
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi dan Komisi).
·
Mampu menyatakan yang benar itu benar.
·
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
·
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama.
·
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati.
4. Perkembangan
dalam Etika Bisnis
A.
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan
filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan
manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
B.
Masa Peralihan:
Tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering
dibahas adalah corporate social responsibility.
C.
Etika Bisnis Lahir di AS:
Tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
D.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa:
Tahun1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara
akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European
Business Ethics Network (EBEN).
E.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global:
Tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat.
Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International
Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di
Tokyo.
5. Etika Bisnis
dan Akuntan
Etika Bisnis
(Business Ethics) merupakan sesuatu yang makin lama akan makin penting
peranannya di dalam masyarakat kita oleh karena proses modernisasi akan
berlangsung makin cepat dan makin merata. Salah satu ciri khas dari masyarakat
modern adalah bahwa masyarakat modern it selalu merupakan masyarakat pebisnis,
artinya masyarakat dimana hubungan antara orang-orang satu sama lain selalu
akan memakai perhitungan saling untung menguntungkan.
Etika bisnis
adalah etika (ethics) yang menyangkut tata pergaulan dalam
kegiatan-kegiatan bisnis. Bisnis adalah kegiatan teratur melayani suatu
kebutuhan yang bersifat umum.
Dalam menjalankan profesinya seorang
akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan
etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien,
pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau
mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi
memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika
profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai
tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.
Tanpa etika
di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama
dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi
kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Setiap
profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan
publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Referensi :
1.
Dr. Sudaryono. 2015. Pengantar Bisnis.
Yogyakarta : Andi
2.
Duska, Ronald F. and Brenda Shay
Duska, Accounting Ethics, Blackwell
Publishing, 2003
3.
Francis, Ronald D., Ethics & Corporate Governance, an
Australian Handbook, UNSW Press,2000
4.
Hartman. 2016 .Etika Bisnis : Pengambilan Keputusan
Untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta : Erlangga
5.
Sony Keraf. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius,
1998
BAB III
ETHICAL
GOVERNANCE
1.
Governance System
Sistem
pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya. Istilah sistem pemerintahan merupakan kombinasi dari dua kata,
yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang
terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara
bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini
menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang jika salah satu bagian
tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Menurut Moh. Mahfud
MD, Sistem Pemerintahan adalah pemerintah negara bagian sistem dan mekanisme
kerja koordinasi atau hubungan antara tiga cabang kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif.
Governance
System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang
terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
A.
Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk
menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku.
B.
Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut
persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh
peraturan perundangan yang berlaku.
C.
Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas,
wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan
operasional perbankan.
D.
Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG
baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara atau praktek-praktek yang
digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem pemerintahan
dibedakan menjadi:
·
Presidensial
·
Parlementer
·
Komunis
·
Demokrasi Liberal
·
Liberal
·
Kapital
Ada beberapa pengertian tentang Corporate Governance
(CG), diantaranya ialah :
·
Menurut Budiantoro, CG adalah system tata laksana
Perusahaan.
·
Menurut Philip Stiles, CG ialah suatu system dimana
perusahaan diarahkan dan dikontrol.
·
Menurut Wahyudi Prakarsa, CG adalah mempunyai dua
pengertian. Dalam arti sempit ialah mekanisme administrative yang mengatur
hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang
saham dan kelompok kepentingan (stakeholder) yang lain. Sedangkan dalam arti
luas ialah sejauh mana perusahaan telah dijalankan dengan cara terbuka dan
jujur demi untuk mempertebal kepercayaan masyarakat luas erhadap mekanisme
pasar dalam alokasi sumber daya langka baik domestic maupun internasional,
memperkuat struktur industri, dan akhirnya meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat luas.
2.
Budaya Etika
Setiap organisasi (bisnis maupun non
bisnis) menurut Rhenald Kasali, pasti mempunyai budaya atau system nilai unik
yang dalam budaya diyakini sebagai baian dari strategi. Misinya menjadi salah
satu dari “Top 10 Consumer Product Dunia”.
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian
para pimpinannya
Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down.
Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down.
Penerapan Budaya Etika Corporate Credo :
Pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
A.
Komitmen Internal :
·
Perusahaan terhadap karyawan
·
Karyawan terhadap perusahaan
·
Karyawan terhadap karyawan lain.
B.
Komitmen Eksternal :
Perusahaan terhadap pelanggan
Perusahaan terhadap pemegang saham
Perusahaan terhadap masyarakat
C.
Penerapan Budaya Etika
Program Etika
Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan corporate credo.
Program Etika
Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan corporate credo.
D.
Kode Etik Perusahaan
Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang
khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
3.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite
risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan
efektivitas “Board Governance”.
Dengan
adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris
dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan
direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board
Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan
menjadi lebih mudah dan cepat.
4.
Kode Perilaku Korporasi
Code of
Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika
Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta
berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan
kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut :
PT. NINDYA
KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate Governance pada
tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat,
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat,
Divisi
maupun ke seluruh Wilayah. Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA
(Persero) adalah sebagai berikut :
·
Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya
perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur
organisasi.
·
Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan
sumber daya secara efektif dan efisien.
·
Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan
kepada pemegang saham dan stake holder lainnya.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
·
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola
Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder
lainnya.
·
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam
menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan
Karyawannya.
·
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang
mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan,
Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best
Practice.
·
Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang
Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·
An Auditing Committee Contract – arranges the
Organization and Management of the Auditing Committee along with its
Scope of Work.
·
Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan
Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
5.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Pelaksanaan
Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi
pelaksanaan pedoman ini. Pembentukan Dewan Kehormatan (terdiri dari unsur Dewan
Komisaris, Direksi, Karyawan yang ditunjuk, dan Serikat Pekerja) dna mekanisme
kerjanya diatur dalam Surat Keputusan Direksi. Evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi sangat perlu dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada
dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapa kesalahan.
Apabila perusahaan menemukan adanya pelanggaran Code of Conduct maka tahap
pelaporannya adalah :
·
Setiap individu wajib melaporkan setiap pelanggaran
Code of Conduct yang dilakukan individu lain dengan bukti yang cukup kepada
Dewan Kehormatan.
·
Dewan Kehormatan wajib mencatat setiap laporan
pelanggaran pedoman perilaku perusahaandan melaporkannya kepada Direksi dengan
bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan Dewan Kehormatan wajib
memberikan pelindungan terhadap pelapor
REFERENSI :
1. Dr.
Sudaryono. 2015. Pengantar Bisnis. Yogyakarta : Andi
2. Duska,
Ronald F. and Brenda Shay Duska, Accounting Ethics, Blackwell Publishing, 2003
3. Francis,
Ronald D., Ethics & Corporate Governance, an Australian Handbook, UNSW
Press,2000
4. Sony Keraf.
Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998
Komentar
Posting Komentar